Rabu, 08 Maret 2017

Sebuah Penantian yang Panjang Seekor Kupu-kupu



Di sebuah kota kecil yang tenang dan indah, ada sepasang laki-laki dan perempuan yang saling mencintai. Mereka selalu bersama memandang matahari terbit di puncak gunung, bersama di pesisir pantai menghantar matahari senja. Setiap orang yang bertemu dengan mereka tidak bisa tidak akan menghantar dengan pandangan kagum dan doa bahagia. Mereka saling mengasihi satu sama lain. 


Namun pada suatu hari, malang sang lelaki mengalami luka berat akibat sebuah kecelakaan. Ia berbaring di atas ranjang pasien beberapa malam tidak sadarkan diri di rumah sakit. Siang hari sang perempuan menjaga di depan ranjang dan dengan tiada henti memanggil-memanggil kekasih yang tidak sadar sedikitpun.

Malamnya ia ke gereja kecil di kota tersebut dan tak lupa berdoa kepada Tuhan Agar kekasihnya selamat. Air matanya sendiri hampir kering karena menangis sepanjang hari.

Seminggu telah berlalu, sang lelaki tetap pingsan tertidur seperti dulu, sedangkan si perempuan telah berubah menjadi pucat pasi dan lesu tidak terkira, namun ia tetap dengan susah payah bertahan.

Akhirnya pada suatu hari Tuhan terharu oleh keadaan perempuan yang setia dan teguh itu, lalu memutuskan memberikan kepada perempuan itu sebuah pengecualian kepada dirinya.

Tuhan bertanya kepadanya "Apakah kamu benar-benar bersedia menggunakan nyawamu sendiri untuk menukarnya?".

Si perempuan tanpa ragu sedikitpun menjawab "Ya".

Tuhan berkata "Baiklah, Aku bisa segera membuat kekasihmu sembuh kembali, namun kamu harus berjanji untuk mau menjelma menjadi kupu-kupu selama 3 tahun. Pertukaran seperti ini apakah kamu juga bersedia?". 

Si perempuan terharu setelah mendengarnya dan dengan jawaban yang pasti menjawab "saya bersedia!".


Tak terasa, hari telah terang. Si perempuan telah menjadi seekor kupu-kupu yang indah. Ia mohon Diri pada Tuhan lalu segera kembali ke rumah sakit. Alhasil, lelaki itu benar-benar telah siuman, bahkan ia sedang berbicara dengan seorang dokter. Namun sayang, ia tidak dapat mendengarnya sebab ia tak bisa masuk ke ruang itu. Dengan di sekati oleh kaca, ia hanya bisa memandang kekasihnya itu dari jauh.

Beberapa hari kemudian, sang lelaki telah sembuh. Namun ia sama sekali tidak bahagia. Ia mencari keberadaan sang perempuan pada setiap orang yang lewat, namun tidak ada yang tahu sebenarnya sang perempuan telah pergi kemana.

Sang lelaki sepanjang hari tidak makan dan istirahat terus mencari. Ia begitu rindu kepadanya, begitu inginnya bertemu dengan sang kekasih, namun sang perempuan Yang telah berubah menjadi kupu-kupu bukankah setiap saat selalu berputar di sampingnya? Hanya saja ia tidak bisa berteriak, tidak bisa memeluk. Ia hanya bisa memandangnya secara diam - diam.

Musim panas telah berakhir, angin musim gugur yang sejuk meniup jatuh daun pepohonan. Kupu-kupu mau tidak mau harus meninggalkan tempat tersebut lalu terakhir kali ia terbang dan hinggap di atas bahu sang lelaki.

Ia bermaksud menggunakan sayapnya yang kecil halus membelai wajahnya, menggunakan mulutnya yang kecil lembut mencium keningnya. Namun tubuhnya yang kecil dan lemah benar-benar tidak boleh di ketahui olehnya, sebuah gelombang suara tangisan yang sedih hanya dapat di dengar oleh kupu-kupu itu sendiri dan mau tidak mau, dengan berat hati, ia meninggalkan kekasihnya terbang ke arah yang jauh dengan membawa harapan.

Dalam sekejap telah tiba musim semi yang kedua, sang kupu-kupu dengan tidak sabarnya segera terbang kembali mencari kekasihnya yang lama di tinggalkannya. Namun di samping bayangan yang tak asing lagi ternyata telah berdiri seorang perempuan cantik. Dalam sekilas itu sang kupu-kupu nyaris jatuh dari angkasa. Ia benar-benar tidak percaya dengan pemandangan di depan matanya sendiri. Lebih tidak percaya lagi dengan omongan yang di bicarakan banyak orang. Orang-orang selalu menceritakan ketika hari natal, betapa parah sakit sang lelaki. Melukiskan betapa baik dan manisnya dokter perempuan itu. Bahkan melukiskan betapa sudah sewajarnya percintaan mereka dan tentu saja juga melukiskan bahwa sang lelaki sudah bahagia seperti dulu kala.

Sang kupu-kupu sangat sedih. Beberapa hari berikutnya ia seringkali melihat kekasihnya sendiri membawa perempuan itu ke gunung memandang matahari terbit, menghantar matahari senja di pesisir pantai. 

Segala yang pernah di milikinya dahulu dalam sekejap tokoh utamanya telah berganti seorang perempuan lain, sedangkan ia sendiri selain kadangkala bisa hinggap di atas bahunya, namun tidak dapat berbuat apa-apa.

Musim panas tahun ini sangat panjang. Sang kupu - kupu setiap hari terbang rendah dengan tersiksa dan ia sudah tidak memiliki keberanian lagi untuk mendekati kekasihnya sendiri.

Bisikan suara antara ia dengan perempuan itu, ia dan suara tawa bahagianya sudah cukup membuat hembusan napas dirinya berakhir, karenanya sebelum musim panas berakhir, sang kupu-kupu telah terbang berlalu. Bunga bersemi dan layu. Bunga layu dan bersemi lagi. Bagi seekor kupu-kupu, waktu seolah-olah hanya menandakan semua ini.

Musim panas pada tahun ketiga, sang kupu-kupu sudah tidak sering lagi pergi mengunjungi kekasihnya sendiri. Sang lelaki bekas kekasihnya itu mendekap perlahan bahu si perempuan, mencium lembut wajah perempuannya sendiri. Sama sekali tidak punya waktu memperhatikan seekor kupu-kupu yang hancur hatinya apalagi mengingat masa lalu.

Tiga tahun perjanjian Tuhan dengan sang kupu-kupu sudah akan segera berakhir, dan pada saat hari yang terakhir, kekasih si kupu-kupu melaksanakan pernikahan dengan perempuan itu.
Dalam kapel kecil telah dipenuhi orang-orang. Sang kupu-kupu secara diam-diam masuk ke dalam dan hinggap perlahan di atas pundak Tuhan. Ia mendengarkan sang kekasih yang berada dibawah berikrar di hadapan Tuhan dengan mengatakan "saya bersedia menikah dengannya!".

Ia memandangi sang kekasih memakaikan cincin ke tangan perempuan itu, kemudian memandangi mereka berciuman dengan mesranya


 lalu mengalirlah air mata sedih sang kupu-kupu.

Dengan pedih hati Tuhan menarik napas "Apakah kamu menyesal?"

Sang kupu-kupu mengeringkan air matanya "Tidak".

Tuhan lalu berkata di sertai seberkas kegembiraan, "Besok kamu sudah dapat kembali menjadi dirimu sendiri".

Sang kupu-kupu menggeleng-gelengkan kepalanya "Biarkanlah aku menjadi kupu-kupu seumur hidup".

Lalu berkatalah dia (kupu-kupu), 
“Ada beberapa kehilangan merupakan takdir. Ada beberapa pertemuan adalah yang tidak akan berakhir selamanya. Mencintai seseorang tidak mesti harus memiliki, namun memiliki seseorang maka harus benar-benar mencintainya"

Sekian.